12 November 2008

PONDOK GEDE SENTRA PENGRAJIN BAMBU

Pak tinggal dimana? demikian sapaan seseorang kepada om saya pada suatu hari, lalu dijawab di Pondok Gede, tepatnya Jatiwaringin kata om saya, waah tempat jin buang anak ya pak.. timpal si penanya lagi.

Kesan orang kepada Pondok Gede saat itu adalah sebuah desa yang jauh dari sentuhan modernisasi ibukota, meski jarak tempuh dari Pondok gede ke Jakarta tak lebih dari tiga kilometer saja, dan angkutan opelet Ciplak-Jatiwaringin merupakan satu-satunya angkutan umum yang membawa warga pendatang yang saat itu bekerja di Jakarta, atau warga Jatiwaringin yang hendak ke Jatinegara untuk sekedar belanja kain. Kenyataannya memang demikian, pada tahun tujuh puluhan sampai dengan tujuh puluh limaan nama Pondok gede memang terkesan amat jauh.

Baru pada tahun tujuh puluh tigaan dengan dibangunnya pesantren As-Syafi'iyah dan menyusul didirikannya Miniatur Indonesia atau Taman Mini Indonesia Indah, nama Pondok gede mulai dkenal oleh masyarakat di nusantara ini. Dan nilai jual tanah yang semula hanya sekitar sepulu ribuan rupiah saja per meter persegi beranjak naik.

Ada sebuah keahlian yang dimiliki oleh masyarak asli Pondok gede pada saat itu adalah keahlian membuat alat rumah tangga dari bambu berupa besek, alat menanak nasi sampai dengan membuat kurungan atau kandang burung. Orang Jatiwaringin menyebutnya dengan 'nyirat'. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan banyaknya warga pendatang yang mulai menghuni dan menjadi warga setempat, kemampuan dan keahlian menyirat itu mulai hilang terlindas oleh kemajuan teknologi. Generasi muda yang memiliki keahlian membuat kurungan mulai beralih ke tukang batu atau bangunan karena kondisi pembangunan sangat marak sementara tenaga kerja untuk itu masih sangat minim, sehingga kebiasaan membuat kurungan dan besek pun mulai ditinggalkan.

Kini, Pondok gede telah berkembang menjadi kota satelit karena sebagai kota penyangga ibukota dan sulit menemukan seorang perempuan sambil duduk dan tangannya lincah menyulam siratan bambu atau seorang Botin yang membuat sebuah sangkar burung di bawah rindangnya pohon rambutan yang mulai memerah.

Adalah sebuah kewajiban bagi wakil rakyat atau pemerintah daerah untuk kembali membangun semangat mandiri masyarakat dengan sentuhan profesionalisme dari kemampuan alamiah warga Pondok gede dalam mewujudkan masyarakat berkemampuan ekonomi dan mandiri melalui keterampilan yang dimiliki secara turun temurun ini.

Kalau dulu kemampuan menyirat bambu ini hanya sebatas membuat besek, maka kini mulai dialihkan kepada hal-hal yang lebih memiliki nilai jual dan kebutuhan masyarakat luas seperti tempat bawaan untuk akad nikah atau souvenir cantik dari bambu dan membuat sangkar burung dengan motif-motif menarik lain.

Masyarakat Betawi yang tinggal di Pondok Gede pada dasaarnya adalah masyarakat yang mandiri dan agamis, sehingga dengan pemberdayaan ketrampilan secara khusus ini diharapkan mereka mampu mencukupi kebutuhan hidupnya dengan lebih layak dan manusiawi.

Pemda dan pemerintah setempat sudah saatnya memikirkan tumbuhnya ekonomi mikro pada sentra-sentra desa dengan karakteristik dan keahlian serta kekayaan alam dan sumber daya manusia yang sesuai dengan kemampuan dan kekuatan alam dan masyarakat. Mereka perlu dibangunkan dengan kekuatan dan kemampuan diri yang pada dasarnya adalah merupakan potensi alamiah yang belum tergali secara baik.

Langkah berikutnya Pemda harus menyiapkan sebuah lahan sebagai show room bagi hasil karya masyarakat setempat, bahkan bila perlu turut memasarkan hasil produk warganya. Janganlah setelah manis sepah dibuang, atau dengan kata lain Pilkada atau Pemilu usai, rakyat dibiarkan merana dan tetap saja pada aroma kemiskinan.

Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, tanpa upaya dan usaha keras dari kaum itu sendiri. Aparatur Negara baik Eksekutif maupun Legislatif harus lah memusatkan segala daya pikiran untuk kemajuan masyarakat pemilih atau mewakili daerah pilihannya secara konsekuen. Jangan hanya memikirkan pribadi dan golongannya, sehingga rakyat terlupakan!

Bila pembangunan ekonomi rakyat terjadi, maka kemakmuran suatu daerah akan terwujud, akibat logis berikutnya adalah tingkat kriminalitas secara otomatis akan dapat terminimalisir, pendidikan warganya dapat dilalui dengan sempurna, sehingga kemampuan akademis masyarakat meningkat berakibat kepada kecerdasan anak bangsa pun meningkat. Dan bangsa ini menjadi bangsa terdidik yang mengerti akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

Pondok Gede, 13 November 2008
Hayat Zainuni, SH
Caleg DPRD Kota Bekasi PSI (43) untuk DAPIL V

2 komentar:

Upiakbanun mengatakan...

bos,

tulisannya sudah diposting ke

http://nasional.infogue.com/pondok_gede_sentra_pengrajin_bambu

biar tambah banyak yang bisa baca

salam perjuangan

Upiakbanun

Unknown mengatakan...

Pak, apakah perajin2 ini masih ada?
Saya tertarik mengembangkan beberapa produk berbahan dasar bambu.

adicahya.blogspot.com

Perlu Dibaca

Mengenai Saya

PILIH CALEG YG DIKENAL,LIHAT PROFIL CALEG, KEMAMPUAN CALEG DAN KELUARGA CALEG, baru tentukan pilihan