14 Oktober 2008

SUARA TERBANYAK SIAPA PUNYA

Dukungan Minim, Caleg Wajib Mundur

[JAKARTA] Partai politik (parpol) yang akan menetapkan calon legislatif (caleg) terpilih bukan berdasarkan nomor urut tetapi berdasarkan suara terbanyak, disarankan membuat aturan internal yang mewajibkan caleg terpilih berdasarkan nomor urut agar mengundurkan diri dan memberikan kursinya kepada caleg yang memperoleh suara lebih banyak.

Mekanisme tersebut dimungkinkan berdasarkan Pasal 218 UU 10/2008 tentang Pemilu Legislatif. Pasal itu mengatur penggantian caleg terpilih dengan alasan meninggal dunia, mengundurkan diri, tidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi anggota legislatif, dan terbukti melakukan tindak pidana pemilu yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

"Dengan begitu, partai yang akan menggunakan perolehan suara terbanyak dan mengabaikan nomor urut, konsekuensinya calon yang berada di nomor urut lebih kecil dengan dukungan minim, harus mengundurkan diri," ujar anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati, kepada SP, di Jakarta, Senin (11/8).

Andi menjelaskan, saran agar parpol membuat mekanisme internal penetapan caleg terpilih itu dimaksudkan untuk menyiasati aturan penetapan caleg terpilih berdasarkan UU 10/2008.

Pada Pasal 214 diatur bahwa caleg terpilih harus memperoleh suara sekurang-kurangnya 30 persen dari bilangan pembagi pemilih (BPP). Jika tidak ada caleg yang memenuhi ketentuan tersebut, maka jatah kursi diberikan kepada caleg berdasarkan nomor urut. "Parpol harus menyiasati aturan itu, sebab KPU bekerja berdasarkan aturan UU," tegasnya.

Dia memberi contoh, jika ada lima caleg, lantas caleg pertama memperoleh 5 persen, caleg kedua 3 persen, caleg ketiga 4 persen, dan caleg keempat 7 persen, maka jika ingin mendasarkan pada perolehan suara terbanyak, caleg keempat yang seharusnya mendapatkan kursi. "Tetapi itu dimungkinkan jika caleg urutan pertama hingga ketiga mengundurkan diri berdasarkan mekanisme internal parpol," jelasnya.

Melanggar UU

Secara terpisah, Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Lukman Hakim Saefuddin menegaskan, partainya akan menetapkan caleg terpilih berdasarkan ketentuan UU 10/2008. "Kita tak ingin membuat kebijakan lain yang bertentangan dengan UU itu," tegasnya.

Menurutnya, penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak bertentangan dengan UU 10/2008. Alasannya, mengabaikan ketentuan perolehan suara minimal 30 persen dari BPP.

Senada dengan itu, fungsionaris DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juaeni mengatakan, penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak melanggar UU. "Kalau tak penuhi ketentuan 30 persen lalu ditetapkan jadi caleg, bisa dapat protes dari caleg yang lain. Ini yang kita jaga," kata anggota Komisi II DPR tersebut.

Menurut Jazuli, Pasal 214 UU 10/2008 sudah memberi ruang pada dua syarat, yaitu penetapan caleg berdasarkan nomor urut dan juga suara terbanyak, yaitu syarat minimal 30 persen dari BPP mewakili suara terbanyak, sedangkan jika tidak memenuhi 30 persen caleg terpilih ditetapkan berdasarkan nomor urut. "PKS tak mau bikin rekayasa lain. Kita tetap mendasarkan penetapan caleg sesuai UU," katanya.

Sikap PPP dan PKS tersebut bertolak belakang dengan semangat yang diusung sejumlah parpol, seperti Partai Golkar, Partai Hati Nurani Rakyat, dan Partai Amanat Nasional, yang menegaskan akan menetapkan caleg ter- pilih berdasarkan suara terbanyak. [L-10/128]

1 komentar:

Tri Bhuwana Windiyarta mengatakan...

Saya kok warga bekasi yang sudah apriori sama legleslatif. Ini kmungkin karena opini public yang negatif sudah terlanjur terinternalisasi di pikiran.
Gimana cara saya bisa berfikir positif sama yang namanya caleg????

Perlu Dibaca

Mengenai Saya

PILIH CALEG YG DIKENAL,LIHAT PROFIL CALEG, KEMAMPUAN CALEG DAN KELUARGA CALEG, baru tentukan pilihan