21 November 2008

MENJADI WAKIL RAKYAT ATAU NGAKALI RAKYAT

Sepanjang mata memandang saat kita melintas di jalan raya, bahkan saat berjalan di lorong gang-gang di seantero nusantara, kita akan menyaksikan sejumlah baliho, banner-banner atau stiker para caleg terpampang dengan berbagai pesona kata-kata manis merayu para pemilih. Nampaknya daya tarik untuk menjadi calon legislatif demikian besarnya, karenanya berbagai cara dilakukan untuk dapat memenuhi syarat sebagai calon legislatif, tak peduli dengan memalsukan data termasuk ijazah dan keterangan lain. Beruntung kejelian KPU dan KPUD mampu mengendus muslihat para caleg yang berniat memanipulasi data dan menggunakan ijazah aspal.

Islam mengajarkan bahwa setiap insan adalah pemimpin dan setiap pemimpin kelak akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya tersebut. Pimpinan yang paling kecil adalah pemimpin dalam keluarga, sebelum seseorang akan dijadikan sebagai pemimpin dalam masyarakat indikator keberhasilannya dapat dilihat dari sejauhmana seseorang itu mampu menjadi imam dalam keluarga, mampu mengajarkan amar ma'fruf kepada lingkungan terdekatnya.

Bagaimana mungkin seseorang akan mampu membawa kemaslahatan bagi masyarakat luas, jika dalam lingkup terkecilnya saja tidak mampu memberikan suri tauladan yang baik. Sudahkah anak dan isteri atau suami memperoleh hak nya secara benar?

Dalam hal ini falsafah jawa yang mengajarkan bila memilih pasangan hidup lihat dulu BIBIT, BOBOT dan BEBET nya menjadi benar dan perlu dijadikan acuan bagi kita sebelum menentukan pilihan kepada seorang pemimpin. Apakah orang yang kita pilih ini berasal dari keluarga yang baik dan baik-baik, apakah dia memiliki kompetensi yang cukup untuk memikul sebuah beban tanggung jawab sehingga amanah atas kepemimpinannya kelak, selanjutnya bagaimana dengan latar belakang perjalanan hidupnya?

Kekhawatiran banyak pihak berkaitan dengan kemunculan partai yang secara otomatis melahirkan ribuan caleg tentang keterpihakan kepada rakyat kecil nampaknya perlu juga dijadikan telaah positif bagi para caleg kelak. Atau jangan-jangan hanya karena tawaran kehidupan mewah dengan fasilitas celebritas semata yang membuat para pelamar caleg ini membludag, sehingga secara matematis seorang caleg memiliki hitungan atas biaya yang nanti harus didapat saat telah terpilih menjadi wakil rakyat.

Banyaknya para wakil rakyat yang memperoleh rampasan dan pemalakan serta penyuapan atas upaya kinerjanya sebagai pembuat undang-undang adalah sebagai bukti bahwa ternyata ada dusta diantara kita. Karena keterpihakan kepada rakyat sebagai pemilih telah dikhianati dan dikotori dengan akhlak dan moral yang bejat, yang hanya mementingkan pribadi dan golongannya semata.

Dan ini sebuah bukti bahwa keserakahannya adalah karena sang wakil rakyat hendak mengembalikan modal yang telah dikeluarkan saat pemilu lalu dengan berbagai cara dalam periode tertentu. Namun yang lebih jahat lagi adalah bila keserakahan itu dilahirkan oleh caleg yang terpilih tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun, tapi karena nasib baik dan popularitas seseorang yang berdampak kepada partainya, sehingga secara otomatis dia terpilih, sebagaimana pemilu 2004 yang lalu....... ada partai yang mengibarkan bendera saja malu-malu tapi memperoleh kursi yang amat sangat signifikan, hanya karena kemunculan sang tokoh pada waktu dan tempat serta situasi yang tepat.

Haruskah kita terjerumus kepada lembah kemiskinan yang semakin dalam? Ironis bila di negeri yang gemah ripah loh jinawi, negeri yang kaya dengan sumber daya alamnya ini masih kedapatan seorang anak yang bunuh diri karena malu tidak mampu membayar uang sekolah. Padahal sang kepala negara telah menyerukan sekolah gratis! Ironis bila masih ada warga masyarakat yang tinggal di ujung landasan pesawat dari luar negeri menderu-deru melewati atap rumahnya, tapi sepanjang hari masih repot mencari beras, sehingga rela makan nasi aking bahkan barangkali dengan lauk pauk dari makanan bekas hotel itu.

Dimana wakil rakyat itu berada? mana janji politik saat kampanye dulu? Dan jujur sampai dengan saat ini saya sebagai pemilih belum merasakan manfaat keberadaan wakil rakyat yang mewakili daerah pemilihan saya. Perda-perda yang muncul pun tak pernah menyentuh dan dirasakan manfaatnya oleh rakyat, jalan macet, biaya sekolah mahal, transportasi tidak nyaman, lampu jalan banyak yang mati, jalan banyak yang bolong, selokan sebagai penampung air mampet dan bau, biaya birokrasi untuk pengurusan KTP, KK dan lain-lain masih tetap ada, kualitas pendidikan tak jelas, memilih dan melanjutkan sekolah susah mahal pula.

Masih begitu banyak pekerjaan wajib yang belum dan tidak tersentuh oleh wakil rakyat. apakah ini yang disebut wakil rakyat atau sebenarnya ngakali rakyat? wallaahu a'lam!


Tidak ada komentar:

Perlu Dibaca

Mengenai Saya

PILIH CALEG YG DIKENAL,LIHAT PROFIL CALEG, KEMAMPUAN CALEG DAN KELUARGA CALEG, baru tentukan pilihan